Ipteks bagi Masyarakat (I bM) merupakan salah satu program pengabdian kepada masyarakat (PPM) yang dirumuskan dan dikembangkan DP2M Ditjen Dikti pada tahun 2009. Program I bM dibentuk melalui integrasi dua program PPM sebelumny a, yaitu penerapan Ipteks dan Vucer, yang masing - masingnya telah dilaksanakan sebelum tahun 1992 dan sejak 1994. Sebagaimana telah diketahui bahwa program penerapan Ipteks difokuskan pada penerapan hasil - hasil Ipteks perguruan tinggi untuk meningkatkan ke terampilan dan pemahaman ipteks masyarakat. Program ini dilaksanakan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan pelayanan masyarakat, serta kaji tindak dari ipteks yang dihasilkan perguruan tinggi. Khalayak sasarannya adalah masyarakat luas, baik perorangan, kelompok, komunitas maupun lembaga, di perkotaan atau perdesaan. Sedangkan program Vucer fokus pada solusi persoalan teknologi atau manajemen, termasuk pembukuan dan pemasaran untuk khalayak sasaran industri kecil dan koperasi. Berbeda dengan program Vuc er, produk pelaksanaan program penerapan Ipteks pada awalnya tidak menghasilkan luaran yang terukur. Namun sejak tahun 2004, penerapan Ipteks dituntut agar mampu menghasilkan produk yang terukur pula. Dengan demikian, kegiatan program penerapan Ipteks dalam perkembangannya semakin sulit dibedakan secara jelas dengan program Vucer, kecuali dari sisi mitranya. Keterukuran diutamakan guna membuka peluang DP2M menentukan indikator kinerja kedua program. Di sisi lain, DP2M mencoba menerapkan paradigma baru dala m kegiatan PPM yang bersifat problem solving, komprehensif, bermakna, tuntas, dan berkelanjutan (sustainable) dengan sasaran yang tidak tunggal. Hal -hal inilah yang menjadi alasan dikembangkannya program Ipteks bagi Masyarakat (IbM). Dalam program Ipteks bagi Masyarakat (IbM), khalayak sasarannya adalah masyarakat yang produktif secara ekonomis (usaha mikro) atau masyarakat yang tidak produktif secara ekonomis (masyarakat biasa). Jika bermitra dengan masyarakat produktif secara ekonomis, diperlukan 2 (dua)
pengusaha mikro dengan komoditas sejenis atau yang berkorelasi satu sama lain (misalnya pemasok bahan baku dan produsen yang memanfaatkan bahan baku tersebut menjadi produk). Mitra kelompok perajin, nelayan, petani yang setiap anggotanya memiliki karakter produktif secara ekonomis, jumlah yang diperlukan dalam program I bM minimal 2 orang atau sebanyak -banyaknya 3 orang. Hal ini ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi dan intensitas pelaksanaan program.
Jika mitra program adalah masyarakat yang tidak produktif secara ekonomis seperti siswa sekolah (jumlah mitranya minimal dua sekolah) , kelompok karang taruna, kelompok ibu -ibu RT, kelompok anak-anak jalanan, diperlukan minimal 2 (dua) kader maksimal 5 (lima) kader per kelompok. Dalam beberapa kasus mungkin diperlukan mitra dalam wujud 2 (dua) dusun atau 2 (dua) wilayah, 2 (dua) Puskesmas/Posyandu, 2 (dua) Polsek, 2 (dua) Kantor Camat atau Kelurahan dan lain sebagainya.
Jenis permasalahan yang harus ditangani dalam program I bM, khususnya masyarakat produktif secara ekonomis meliputi aspek produksi dan manajemen usaha yang dikerjakan sekaligus. I bM yang bertujuan untuk membentuk kelompok wirausaha baru di masyarakat yang sebelumnya tidak produktif secara ekonomis, berlaku ketentuan yang sama. Untuk kegiat an yang mengutamakan dampak sosial, hukum, budaya atau ringkasnya non ekonomi, diwajibkan untuk mengungkapkan
permasalahan dalam dua aspek utama yang saling terkait atau bersinergi satu sama lain. Pada hakekatnya, kegiatan I bM merupakan solusi terhadap p ermasalahan yang dihadapi mitra melalui pendekatan secara terpadu, melibatkan berbagai disiplin ilmu, baik serumpun maupun tidak. Program IbM menghasilkan luaran yang terukur, bermakna, dan berkelanjutan bagi kelompok masyarakat atau kelompok pengusaha mikro. Kegiatan IbM dapat dilakukan di perkotaan atau perdesaan dari berbagai bidang ilmu, teknologi, seni suatu perguruan tinggi, sesuai kebutuhan mitra sasarannya. Misi program IbM adalah membentuk masyarakat produktif berkinerja tinggi, memiliki kekuatan ekonomi yang tangguh, berkehidupan tenteram dan sentosa.
Kegiatan Penelitian Fundamental (dahulu disebut Penelitian Dasar) ditujukan sebagai salah satu jenis pembinaan penelitian yang mengarahkan peneliti untuk memperoleh modal ilmiah yang mungkin tidak dapat berdampak ekonomi dalam jangka pendek. Modal ilmiah ini diharapkan dapat ditumbuhkembangkan oleh peneliti penelitian fundamental tersebut atau oleh peneliti lain dalam kegiatan penelitian terapan yang berdampak ekonomi dalam jangka pendek. Jadi, Penelitian Fundamental berorientasi kepada penjelas-an, atau bahkan mengantisipasi suatu gejala, kaidah, model, atau postulat baru yang mendukung suatu proses, teknologi, kesehatan, dan lain-lain dan tidak diukur keberhasilannya berupa produk dalam waktu singkat, tetapi berupa modal ilmiah yang melandasi penelitian terapan. Termasuk
dalam penelitian fundamental ialah pencarian metode baru atau teori baru. Diskusi para peneliti pada tahun 2004 merumuskan kriteria Penelitian Fundamental, yaitu penelitian yang berorientasi mendasar, “penelitian untuk ilmu”, dengan orisinalitas tinggi. Penelitian fundamental pada hakikatnya diperlukan oleh semua bidang ilmu
sehingga tidak terikat pada tema tertentu atau tidak bersifat top-down. Pluralitas dan perubahan di bidang sosial dan kemanusiaan (humaniora) merupakan lahan penelitian yang khas (indigenous) bagi insan Indonesia, contohnya, dalam lingkup tata nilai, budaya, psikologi, seni, sosiobiologi, dan sosioteknologi. Jadi, penelitian
fundamental dapat didekati secara lintas-disiplin dan topik sesuai kreasi peneliti.
Untuk lebih lengkapnya dapat didownload disini